Hizbut Tahrir adalah organisasi berhaluan Islam yang bersifat melintas batas negara dan bangsa (transnasional) yang berdiri tahun 1953 di Yerussalem oleh Syaikh Taqiuddin al-Nabhani dari Palestina. Sejak berdirinya, Hizbut Tahrir sudah menyebar di lebih dari 50 negara dan memiliki jutaan anggota di seluruh dunia.
Organisasi yang dicap sebagai kelompok radikal ini sangat aktif memainkan peran di dunia barat, khususnya di Inggris, juga beberapa negara Arab dan Asia Tengah, meskipun dilarang di banyak negara. Mereka membentuk kelompok studi kecil, berhubungan dengan media massa, berkolaborasi dengan organisasi muslim lainnya, juga membuat konferensi-konferensi untuk mengusung khilafah.
Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan yang menggunakan hukum (syariat) Islam berbentuk negara federasi dipimpin oleh kepala pemerintahan tunggal yang disebut khalifah. Jadi, seluruh negara anggota Hizbut Tahrir harus tunduk dalam perintah seorang khalifah.
Hizbut Tahrir dalam istilah demokrasi adalah sebuah partai; partai yang mengusung satu ideologi agama sebagai sistem suatu pemerintah atau gabungan pemerintahan dalam satu kekuasaan. Satu partai tunggal yang ingin menguasai seluruh dunia di bawah kendali satu atau segelintir orang.
Hizbut Tahrir hadir dengan cara mengeksploitasi semua persoalan kebangsaan, kekurangan, dan kegagalan negara atau penderitaan masyarakat dengan satu solusi yaitu khilafah. Untuk mengatasi semua masalah ekonomi, kemiskinan, tata kelola pemerintahan, korupsi, pelanggaran hukum, juga mencapai kemajuan dan sejahteraan hanyalah dengan mengubah sistem negara menjadi khilafah. Semua metode dan variabel pembangunan dinegasikan, semua cara memajukan dan mensejahterakan rakyat tidak akan tercapai atau tidak dapat dibenarkan kecuali melalui sistem khilafah.
Sebuah pandangan yang melompat atau tidak 'nyambung' secara metodologi.
Bagaimana bisa menjelaskan semua persoalan kehidupan tanpa metodologi, tanpa konsep berpikir, tanpa metode kerja, tidak ada variabel, tidak ada teori dan hipotesis, hanya khilafah. Bagaimana bisa krisis keuangan negara, kecilnya pendapatan dan penerimaan negara, lemahnya daya beli masyarakat, tingginya inflasi, krisis pangan dan energi, dan sebagainya, hanya bisa diatasi dengan sebuah sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh sebuah imperium kekuasaan berjubah agama?
Saya kira tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Hizbut Tahrir memandang demokrasi; republik atau parlementer, monarki; absolut atau konstitusional dan sistem pemerintahan apa pun yang ada di dunia adalah thogut (kafir, terlaknat) yang wajib diperangi karena bertentangan dengan 'keinginan' Tuhan. Nasionalisme, cinta tanah air, bela negara, bhineka tunggal ika, dan sebagainya, dipandang sebagai ilusi yang harus dilawan, hanya boleh cinta Islam dalam pandangan sempit. Sebuah pemikiran eksklusif dan intoleran terhadap perbedaan. Hizbut Tahrir melawan pemerintah, anti negara dan kontra kedaulatan rakyat karena kedaulatan dipandang hanya milik Tuhan.
Mereka membangun kekuatan dalam sebuah negara untuk melawan sistem pemerintahan yang ada dan ingin menggantinya dengan sistem agama yang mereka impikan. Perjuangan mereka memang tanpa senjata, tapi selalu merongrong pemerintah dengan perlawanan agitatif dan provokatif. Mereka merekrut anggota untuk melawan negaranya sendiri, pemerintahan sendiri, rakyat sendiri yang dianggap 'kafir'. Jika sudah kuat, tunggu, mereka akan mendirikan negara sendiri atau menguasai pemerintahan untuk mengubah bentuk dan sistem negara.
Sungguh ancaman yang nyata bagi kelangsungan demokrasi dan harmoni kehidupan masyarakat dunia.
Lantaran dianggap berbahaya, Hizbut Tahrir dilarang dan bahkan dicap sebagai kelompok teroris di berbagai negara. Negara mayoritas Islam seperti Turki, Mesir, Arab Saudi, Libya, Yordania, Suriah, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, dan sebagainya, sudah lama memberikan status terlarang bagi Hizbut Tahrir. Namun, Indonesia menjadi tempat subur bagi berkembang pesatnya gerakan Hizbut Tahrir dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
HTI masuk ke Indonesia pada tahun 1983 oleh seorang keturunan Jordania-Lebanon bernama Abdurrahman Al-Baghdadi yang kemudian pada tahun 2004 menjadi gerakan besar dipimpin oleh Muhammad Ismail Yusanto. HTI membangun basis kampus yang cukup kuat tanpa kendali pemerintah saat itu. Indonesia, bahkan, disebut sebagai basis terkuat Hizbut Tahrir dimana pada Agustus 2007 sudah memiliki puluhan ribu anggota yang secara terbuka mengkampanyekan khilafah di stadion Gelora Bung Karno. Lagi-lagi, eksistensi HTI tidak dikontrol oleh pemerintah. Mereka secara terang-terangan di jantung ibukota mencetuskan sistem pemerintahan berbeda yang berlawanan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pemerintah tidak berbuat apa-apa, justru melegitimasi.
Di kampus, khilafah pernah dideklarasikan oleh jaringan HTI di universitas besar milik pemerintah yaitu di IPB dan UIN Syarif Hidayatullah. Kaderisasi HTI di kalangan generasi intelektual terus berkembang, mendapatkan fasilitas dan dibiayai negara, dapat beasiswa dan dikuliahkan ke luar negeri. Di luar negeri berjejaring dengan Hizbut Tahrir Internasional, di dalam negeri masuk dan menguasai berbagai sektor strategis yang akan merongrong negara dari dalam. Di lingkungan mahasiswa, HTI memiliki organisasi sayap bernama Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan yang dibentuk pada tahun 2004 dan terus melakukan kaderisasi di kampus-kampus seluruh Indonesia.
Terkait teorisme, tahun 2002, HTI dituduh memiliki hubungan dengan kelompok radikal Jama'ah Islamiyah yang bertanggungjawab terhadap Bom Bali. Pada Januari 2016, Bahrun Naim yang memimpin serangan bom di Jakarta merupakan pentolan ISIS yang dibina oleh Hizbut Tahrir. Antara ISIS dan Hizbut Tahrir memiliki tujuan dan cita-cita yang sama, mengusung khilafah, anti nasionalisme, anti demokrasi, dan anti Pancasila, yang dianggap sistem thogut.
Mencermati berbagai hal di atas tentang Hizbut Tahrir, maka, atas nama rakyat Indonesia yang cinta akan tanah air, saya Mulyadin Permana, Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) DKI Jakarta periode 2014-2016, calon Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII 2017-2019 menyatakan sikap:
1. Mengapresiasi dan mendukung langkah pemerintahan Jokowi-JK melalui Menkopolhukam Wiranto membubarkan HTI sampai ke akar-akarnya.
2. Meminta kepada seluruh stakeholder, baik kepolisian dan TNI, juga seluruh pemerintah daerah untuk merespon dan mengambil langkah mengawal pembubaran HTI di berbagai daerah.
3. Mendesak Kapolri dan Panglima TNI turut menyerukan pembubaran HTI supaya tidak ada kesimpangsiuran di masyarakat bahwa aparat hukum tidak melindungi gerakan HTI, juga memastikan dan meyakinkan masyarakat bahwa HTI benar-benar dibubarkan.
3. Menyerukan kepada 257 Cabang dan Koordinator Cabang PMII seluruh Indonesia untuk mendorong pemerintah membubarkan jaringan HTI di kampus-kampus di daerah masing-masing.
Jakarta, 9 Mei 2017
Mulyadin Permana
Ketua Umum PKC PMII DKI Jakarta 2014-2016, Calon Ketua Umum PB PMII 2017-2019